Mabes TNI: LGBT Pelanggaran Berat yang Tidak Boleh Terjadi di Lingkungan TNI

Mabes TNI: LGBT Pelanggaran Berat yang Tidak Boleh Terjadi di Lingkungan TNI


Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI) mengatakan TNI mengaplikasikan sangsi keras pada pelaku Prajurit TNI yang dapat dibuktikan melakukan pelanggaran hukum kesusilaan termasuk juga didalamnya sikap penyelewengan seksual yaitu lesbian, gay, biseksual, serta transgender. 

Kepala Bagian Penerangan Umum Pusat Penerangan TNI Kolonel Sus Aidil memaparkan beberapa ketentuan yang menjadi landasan untuk memberi sangsi keras pada pelaku TNI itu berbentuk pemberhentian atau penghentian dengan tidak hormat. Panglima TNI, kata Aidil, sudah mengeluarkan surat telegram nomor ST No ST/398/2009 tanggal 22 Juli 2009. 

Selanjutnya ketentuan itu ditegaskan kembali lagi dengan telegram nomor ST/1648/2019 tanggal 22 Oktober 2019 yang memperjelas jika LGBT adalah salah satu tindakan yang tidak pantas dilaksanakan seorang Prajurit, berlawanan dengan disiplin militer serta adalah pelanggaran berat yang tidak boleh terjadi di lingkungan TNI. 

Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004 mengenai TNI, mengatur bahwa Prajurit diberhentikan dengan tidak hormat dari dinas keprajuritan sebab memiliki perilaku serta atau tindakan yang nyata-nyata dapat merugikan disiplin keprajuritan TNI seperti terdapat dalam Pasal 62 UU TNI. "TNI mengimplementasikan sangsi keras pada pelaku Prajurit TNI yang terbukti melakukan pelanggaran hukum kesusilaan termasuk juga salah satunya LGBT," di hari Kamis (15/10/2020). 

Proses hukum terhadap oknum TNI itu, kata Aidil, diaplikasikan dengan keras dengan diberi pidana tambahan pemberhentian lewat proses persidangan di pengadilan militer. "Berkaitan pengakuan yang disampaikan oleh Ketua Kamar Militer MA di Youtube di saat pembekalan hakim militer mengenai ada Pengadilan Militer yang memutuskan bebas oknum prajurit pelaku LGBT masih dalam klarifikasi untuk mendapatkan data yang benar," kata Aidil. 

Sebelumnya telah diberitakan Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung (MA) Mayjen TNI (Purn) Burhan Dahlan menceritakan keresahan Pimpinan TNI Angkatan Darat (AD) yang dirasakan padanya berkaitan maraknya sikap penyelewengan seksual atau lesbian, gay, bisexual, serta transgender (LGBT) di lingkungan TNI. 

Burhan mengungkap beberapa waktu ke belakang dia diajak berdialog dengan Pimpinan TNI Angkatan Darat yang tidak dia sebutkan namanya di Markas Besar Angkatan Darat. Dalam dialog itu, kata Burhan, Pimpinan TNI AD mengemukakan padanya sudah mendapati ada kelompok-kelompok LGBT di lingkungan TNI. Kelompok itu namanya Persatuan LGBT TNI-Polri.

Berdasar dialog itu, Burhan menjelaskan kelompok itu dipegang oleh pelaku TNI berpangkat Sersan. Sedang pelaku TNI anggotanya ada yang berpangkat Letnan Kolonel. Hal tersebut diutarakannya dalam tayangan bertopik Pembimbingan Tehnis serta Administrasi Yudisial Di 4 Lingkungan Peradilan di Seluruh Indonesia yang diupload serta ditayangkan secara langsung di saluran Youtube sah Mahkamah Agung di Senin (12/10/2020). 

"Mereka mengemukakan ke saya, nyatanya telah ada kelompok-kelompok baru, kelompok Persatuan LGBT TNI-Polri. Pimpinannya Sersan, anggotanya ada yang Letkol. Ini unik namun ini memang fakta," kata Burhan. Burhan mengutarakan Pimpinan TNI AD sudah berusaha dengan memperkasuskan pelaku-oknum TNI itu ke pengadilan militer. 

Akan tetapi yang membuat Pimpinan TNI AD itu risau serta geram ialah beberapa pelaku TNI pelaku penyelewengan seksual itu malah dibebaskan. "Ini sumber kemarahan Bapak Pimpinan Angkatan Darat. Saya limpahkan ke Pengadilan Militer agar dikeluarkan, dijatuhi hukuman, supaya yang lain tidak ikut, justru dibebaskan. Apa semua ingin jadi LGBT tentara Angkatan Darat ini Pak Burhan? Emosi Bapak kita di sana," kata Burhan. 

Akan tetapi, Burhan mengatakan pada Pimpinan TNI Angkatan Darat itu apakah yang menyebabkan beberapa pelaku TNI tersebut diputus bebas. Burhan mengemukakan, saat itu dia sampaikan ke Pimpinan TNI Angkatan Darat jika pasal yang dipakai untuk menangkap beberapa pelaku TNI itu tidak pas. Hal tersebut lantaran menurut dia pasal yang dipakai untuk menangkap beberapa pelaku TNI itu pasal KUHP. 

"Saya terangkan Pak, wajar dibebaskan. Mengapa? Sebab yang diancamkan KUHP. KUHP ini belum mengatur yang begitu Pak. KUHP ini belum mengatur orang dewasa melakukan tindakan cabul dengan sama-sama dewasa, yang tidak boleh itu dengan anak di bawah umur. Itu baru dapat dijatuhi hukuman. Itu dalam klausal 292 KUHP. Jika kalau dewasa dengan dewasa, Letnan dengan Sersan, Sersan dengan prajurit, itu telah dewasa sama dewasa tidak dapat dikenai klausal 292, Pak," kata Burhan. 

Dia terpikir saat pertama-tama bekerja menyidangkan masalah penyelewengan seksual di lingkungan TNI di 2008 lalu di Surabaya Jawa Timur. Dalam keputusannya di masalah itu, dia memerintah komandan pelaku TNI itu untuk mengobatinya sampai pulih. Hal tersebut sebab berdasar keterangan saksi pakar, pelaku TNI yang berpangkat Perwira Menengah itu jadi pencinta sama-sama jenis sebab imbas desakan pekerjaan operasi di Timor Timur.

"Demikian tertekannya ia dalam pekerjaan operasi itu, hingga membuat pemikiran, hati, mentalnya ia menjadi ada penyelewengan. Pulang di homebasenya di Makasar, ia tidak menyukai istrinya lagi, bahkan juga ia jadi penyenang golongan lelaki. 

Itu kejadian awalnya yang saya sidangkan, pertama-tama dahulu. Serta itu saya putus obati oleh komandannya sampai ia pulih," papar Burhan. Menurut dia, masalah itu benar-benar tidak sama dengan kejadian LGBT yang muncul di lingkungan TNI akhir-akhir ini. 

Dia memandang kejadian saat ini bukan disebabkan oleh desakan pekerjaan operasi, tetapi karena kejadian pertemanan. "Lebih disebabkan oleh banyak melihat dari Whats App, melihat video, dan lain-lain. 

Ini sudah membuat sikap yang menyelimpang termasuk juga didalamnya ialah kemauan melepaskan libidonya ke sama-sama jenis. Ini yang berlangsung di lingkungan TNI serta masuk kasusnya ke peradilan militer," keras Burhan. 

Tetapi celakanya, kata Burhan, kasus penyelewengan seksual oleh pelaku TNI yang diputus di peradilan militer akhir-akhir ini mengambil landasan dari keputusan yang sempat ia buat dahulu. Tetapi bukan diobati akan tetapi dibebaskan, sebab KUHP belum mengatur masalah LGBT. "Tentunya tidak salah. Tetapi untuk lembaga TNI ini kekeliruan besar yang demikian ini," tambah Burhan.

Berikut Cuplikannya: