Pada saat-saat IHSG sedang bergerak turun, banyak ketidakpastian global, tidak sedikit trader saham yang mulai panik, khawatir jika IHSG akan down terus, dan banyak trader yang bingung harus apa ketika IHSG lagi turun.
Penurunan IHSG yang saya maksud disini bukan hanya sekedar koreksi normal, tetapi penurunan yang membuat tren IHSG menjadi downtrend atau sideways. Intinya, penurunan IHSG yang membuat tren IHSG sulit bergerak naik. Contohnya seperti ini:
Historis IHSG |
Sebenarnya, secara historis, IHSG kita sudah pernah beberapa kali mengalami penurunan yang cukup tajam. Jadi ketika Kamu menemukan IHSG yang sedang berada dalam tren turun, Kamu tidak perlu panik, karena kita sudah pernah mengalami hal tersebut.
1998 --> IHSG pernah turun 50% lebih dari titik tertinggi sebelum koreksi
2008 --> IHSG mengalami penurunan dari titik tertinggi (sebelum koreksi) sekitar -25%
2013 & 2015 --> IHSG mengalami penurunan sekitar 15-18%
2019 --> IHSG mengalami penurunan sekitar 14% (dari 6.638 ke 5.800), tapi setelah itu IHSG naik lagi.
Dan setelah IHSG mengalami koreksi besar, IHSG tidak langsung naik, melainkan sideways dulu dan setelah benar-benar berada di titik jenuhnya, barulah IHSG Dapat naik. Disitu kemudian saham2 yang sudah murah akhirnya naik lagi bahkan melebihi harga sebelum koreksi besar.
Jadi kalau Kamu berada dalam masa-masa penurunan IHSG, anda tidak perlu panik, karena jika Kamu melihat IHSG dalam jangka panjang, maka IHSG SELALU bergerak naik alias uptrend. Kita Dapat lihat grafik historis IHSG berikut:
IHSG 10 tahun |
IHSG selalu uptrend dalam jangka lebih panjang. Walaupun di dalam tren naiknya, Kamu Dapat perhatikan tetap saja ada tren-tren turun yang terjadi.
Itu artinya, setelah IHSG turun banyak, pasti ada masa di mana IHSG naik, dan karena perkembangan zaman semakin maju, ekonomi semakin maju, maka pelaku pasar akan semakin percaya untuk berinvestasi dan trading di pasar saham Indonesia juga.
Nah, kalau IHSG mengalami koreksi besar tetapi bukan crash market, Kamu harus melihat pergerakan IHSG saat itu. Artinya, kalau IHSG cenderung koreksi tapi masih banyak technical reboundnya, maka Kamu Dapat manfaatkan untuk trading.
Crash market biasanya terjadi kalau IHSG sudah turun 25% lebih dari harga sebelum koreksi seperti tahun 1998 dan 2008. Kalau IHSG masih turun 15% misalnya, maka IHSG belum dikatakan crash market.
Tetapi jika IHSG sudah crash market atau koreksi tajam dan jarang rebound (seperti yang terjadi tahun 2015), maka memang Kamu harus banyak wait and see, terutama buat swing dan positioning trader.
Jika koreksi IHSG masih banyak didukung dengan technical rebound, maka Kamu Dapat memilih saham-saham yang mudah rebound, dan saham2 yang pergerakannya mengikuti IHSG.
Anda Dapat pelajari juga cara-cara memilih saham yang sedang diskon disini: Full Praktik Menemukan Saham Diskon & Murah.
Karena IHSG masih turun, maka Kamu Dapat menggunakan strategi trading dengan time frame yang lebih pendek. Misalnya trading harian atau trading mingguan. Hal ini karena ketika IHSG turun, maka mayoritas kenaikan saham biasanya tidak bertahan lama, dan setelah itu akan cenderung koreksi lagi.
Selama penurunan IHSG, Kamu juga perlu memperhatikan isu, sentimen yang terjadi di market. Penurunan IHSG Dapat jadi menjadi titik balik uptrend atau justru sebaliknya, IHSG semakin turun karena sentimen2 negatif yang masih terus gencar berada di market.
Tapi intinya disini saya ingin menyampaikan bahwa pada saat IHSG turun tajam, Kamu tidak perlu panik, karena bukan pertama kali IHSG turun tajam, dan ketika IHSG turun, IHSG selalu balik uptrend dalam waktu lebih panjang.
Anda tetap Dapat trading dengan strategi2 tersebut. Tentunya Kamu harus disiplin dalam take profit dan cut loss. Dan Kamu harus tetap perhatikan sentimen2 market saat itu.