4 Teknik Menulis Cerita (Storytelling) Yang Terbukti Mampu Meningkatkan Penjualan

Masih ingat dengan novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Herata? Atau masih ingatkah Anda bagaimana Lintang dan kawan-kawan bermain bersama di Pantai Belitung dalam film “Laskar Pelangi”?

Sulit dipercaya bahwa setelah menjadi lokasi syuting film “Laskar Pelangi”, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Belitung melonjak siginfikan.

Padahal, dalam film besutan Riri Reza itu, tidak ada dialog yang menghimbau kepada para penonton untuk berwisata ke Belitung.

Bahkan, pemerintah daerah setempat pun sama sekali tidak memasang iklan wisata pantai Belitung, baik di media cetak, maupun elektronik.

Akan tetapi inilah fakta menarik pasca Belitung menjadi lokasi syuting film “Laskar Pelangi”

Jumlah wisatawan mecapai 50.501 orang pada tahun 2010Jumlah pendapatan daerah Belitung naik hingga 33 persenBelitung selalu masuk destinasi wisatawan yang berlibur

Itulah fakta. Itulah bukti, dan kekuatan konten marketing dengan menggunakan teknik bercerita, atau “Storytelling”

Sebuah teknik menulis konten yang sama sekali tidak menonjolkan produk, namun mempunyai dampak yang cukup efektif meningkatkan penjualan produk.

Sekali lagi, itulah kekuatan konten marketing dengan teknik bercerita.

Artikel sebelumnya saya pernah menulis: Cara Menulis Artikel Persuasif yang mungkin bermanfaat bagi anda.

Ok, Lanjut

Bagaimana Cara Menulis Konten Dengan Teknik Bercerita?

Kesuksesan konten marketing pada novel maupun film “Laskar Pelagi” dapat Anda adopsi ke dalam konten marketing produk Anda.

Tentunya, anda tidak perlu menulis sebuah novel untuk mempromosikan produk Anda melalui konten marketing. Anda hanya perlu melakukan beberapa hal berikut ini, agar penulisan konten dengan gaya atau teknik bercerita, mampu meningkatkan penjualan produk Anda.

1. Tulis Pengalaman Pahit Anda

Apa yang ditulis oleh Andrea Herata tidak lain adalah sebuah pengalaman pahit. Sebuah pengalaman bagaimana 10 siswa SD yang menempati gedung sekolah yang tidak layak, mampu mempertahankan sekolah mereka yang akan dibubarkan jika tidak mempunyai minimal 10 siswa.

“Tapi bukankah setiap orang punya pegalaman pahit?” mungkin Anda akan bertanya demikian.

Benar, semua orang mempunyai pengalaman pahit. Namun tidak semua pengalaman pahit mampu menjadi bahan cerita yang manis.

Pengalaman pahit Andrea Herata menjadi bahan cerita manis, ketika dikemas menjadi sebuah novel, dan film, di tengah arus novel-novel teenlit, atau film-film horror yang menjenuhkan.

Artinya, Anda bisa saja menulis sebuah cerita pengalaman pahit Anda setelah menggunakan produk A atau B. Dan ternyata, setelah menggunakan produk C, Anda mendapatkan pengalaman yang manis.

Dengan kata lain, Anda menemukan solusi setelah menggunakan produk C, karena terbukti mempunyai perbedaan hasil (pengalaman manis) dibanding produk A, dan produk B.

2. Ciptakan Tokoh Protogonis dan Antagonis

Tokoh merupakan unsur utama dalam sebuah cerita. Baik dalam novel maupun film, kita kerap menemukan dua tokoh utama yang mempunyai perbedaan karakter. Tokoh yang baik (protogonis), dan tokoh yang jahat (antagonis).

Tokoh protogonis bisa saja merujuk pada Anda sendiri, atau produk yang Anda jual. Sedang tokoh Antagonis, bisa jadi merujuk pada pengalaman pahit Anda setelah menggunakan produk A atau B misalnya.

Tapi Anda harus ingat, bahwa tokoh antagonis dalam cerita Anda benar-benar nyata dalam kehidupan Anda. Artinya, Anda memang menggunakan produk B yang menimbulkan pengalaman pahit secara nyata, dan bukan rekaan.

3. Gunakan Alur Maju

Alur adalah jalannya sebuah cerita. Karena Anda menggunakan cerita untuk konten marketing, maka sebaiknya Anda menggunakan alur maju. Sebab, dengan alur maju, audiens akan mudah mengikuti jalan cerita.

Dengan kalimat lain, tulis cerita Anda dari awal hingga akhir secara runtut.

4. Akhiri Cerita Dengan Happy Ending

Dan jika menggunakan alur maju dalam cerita Anda, maka jangan lupa untuk mengakhiri cerita dengan happy ending. Sebab, orang cenderung lebih menyukai cerita yang berakhir bahagia.

Nah, happy ending inilah yang merujuk pada produk yang Anda gunakan, karena produk tersebut tidak menimbulkan pengalaman pahit, jika dibanding produk A atau B.

Kesimpulan

Jika Anda akan menulis konten dengan gaya bercerita untuk meningkatkan penjualan produk Anda, maka Anda harus menuliskan pengalaman yang Anda alami.