Dalam trading saham, take profit adalah salah satu bagian dari trading plan yang harus Kamu eksekusi dengan benar dan bijaksana. Strategi melakukan take profit inilah yang menentukan seberapa besar Kamu mendapatkan profit. Sebenarnya banyak trader yang sudah Dapat mendapatkan profit. Namun karena target take profit yang ditetapkan salah, profit malah berubah jadi rugi.
Biasanya kesalahan trader menetapkan target take profit ada 2 hal: Ngarep harga saham masih akan naik lagi dan menetapkan take profit terlalu tinggi. Jadi, sebenarnya trader sudah Dapat mendapatkan profit. Tetapi karena sifat greed dan kurangnya analisa pasar, maka profit yang sudah didapatkan akhirnya hilang.
Kalau Kamu sering mengalaminya, Kamu harus mulai mengubah strategi trading Kamu (terutama menentukan take profit). Kesalahan pertama dalam take profit: Ngarep harga saham masih akan naik lagi.
Ini biasanya terkait dengan psikologi trader. Trader harus Dapat mematuhi rule target take profitnya sendiri. Apabila target Kamu sudah tersentuh, Kamu harus jual sahamnya. Kalau Kamu terus berharap harga saham naik, bukan tidak mungkin harga saham justru malah berbalik turun.
Dalam hal ini Kamu harus memiliki trading plan yang baik, psikologi dan manajemen modal yang baik. Saya pernah membuat ebook lengkap materi2 tersebut disini: Buku Saham.
Kedua, trader sering menetapkan take profit terlalu tinggi. Sebenarnya tidak ada salahnya Kamu menetapkan target take profit yang tinggi, terutama kalau Kamu adalah tipikal swing trader. Namun, Kamu harus melihat kondisi pasar saham saat itu.
Saat kondisi pasar saham kurang bagus, dalam arti banyak saham yang dijual asing (sehingga IHSG cenderung turun terus). Kemudian posisi sebagian besar tidak banyak yang bergerak uptrend secara signifikan, maka strategi menetapkan take profit di harga tinggi cukup sulit dilakukan. Mengapa?
Saya beri contoh. Ketika kondisi IHSG sedang cenderung turun dan tidak banyak saham yang sedang uptrend kuat, biasanya harga saham bergerak di harga itu-itu saja. Bahkan ada saham2 yang awalnya terlihat naik, tetapi tidak lama kemudian langsung turun dengan cepat. Hal ini wajar.
Hal ini sering terjadi terutama setelah IHSG break all time high, seperti yang terjadi sejak awal Juli 2017 sampai 2 bulan lebih kedepan. Di mana setelah IHSG break all time high, IHSG selalu saja cenderung koreksi.
Kalau Kamu melihat situasi seperti ini, ada baiknya Kamu mengincar profit dengan range harga yang tidak terlalu besar. Misalnya: Kamu membeli saham BNGA di harga 1.350 kemudian menjualnya di harga 1.400. Walaupun mungkin BNGA ada harga tertinggi di 1.500, tetapi karena kondisi pasar yang kurang bagus, saham tersebut mungkin belum sempat menyentuh 1.450 sudah berbalik turun lagi.
Jadi kesimpulannya, menentukan target take profit dalam trading saham selain didukung trading plan yang baik, Kamu harus luwes dalam menganalisis saham. Bukan hanya saham saja yang Kamu analisis, tetapi Kamu harus melihat kondisi pasar saham secara global, apakah kondisi pasar saham bagus untuk menerapkan buy low sell highest atau tidak. Baca juga: Strategi Trading Saat Bursa Saham Indonesia Kurang Mendukung.
Biasanya kesalahan trader menetapkan target take profit ada 2 hal: Ngarep harga saham masih akan naik lagi dan menetapkan take profit terlalu tinggi. Jadi, sebenarnya trader sudah Dapat mendapatkan profit. Tetapi karena sifat greed dan kurangnya analisa pasar, maka profit yang sudah didapatkan akhirnya hilang.
Kalau Kamu sering mengalaminya, Kamu harus mulai mengubah strategi trading Kamu (terutama menentukan take profit). Kesalahan pertama dalam take profit: Ngarep harga saham masih akan naik lagi.
Ini biasanya terkait dengan psikologi trader. Trader harus Dapat mematuhi rule target take profitnya sendiri. Apabila target Kamu sudah tersentuh, Kamu harus jual sahamnya. Kalau Kamu terus berharap harga saham naik, bukan tidak mungkin harga saham justru malah berbalik turun.
Dalam hal ini Kamu harus memiliki trading plan yang baik, psikologi dan manajemen modal yang baik. Saya pernah membuat ebook lengkap materi2 tersebut disini: Buku Saham.
Kedua, trader sering menetapkan take profit terlalu tinggi. Sebenarnya tidak ada salahnya Kamu menetapkan target take profit yang tinggi, terutama kalau Kamu adalah tipikal swing trader. Namun, Kamu harus melihat kondisi pasar saham saat itu.
Saat kondisi pasar saham kurang bagus, dalam arti banyak saham yang dijual asing (sehingga IHSG cenderung turun terus). Kemudian posisi sebagian besar tidak banyak yang bergerak uptrend secara signifikan, maka strategi menetapkan take profit di harga tinggi cukup sulit dilakukan. Mengapa?
Saya beri contoh. Ketika kondisi IHSG sedang cenderung turun dan tidak banyak saham yang sedang uptrend kuat, biasanya harga saham bergerak di harga itu-itu saja. Bahkan ada saham2 yang awalnya terlihat naik, tetapi tidak lama kemudian langsung turun dengan cepat. Hal ini wajar.
Hal ini sering terjadi terutama setelah IHSG break all time high, seperti yang terjadi sejak awal Juli 2017 sampai 2 bulan lebih kedepan. Di mana setelah IHSG break all time high, IHSG selalu saja cenderung koreksi.
Kalau Kamu melihat situasi seperti ini, ada baiknya Kamu mengincar profit dengan range harga yang tidak terlalu besar. Misalnya: Kamu membeli saham BNGA di harga 1.350 kemudian menjualnya di harga 1.400. Walaupun mungkin BNGA ada harga tertinggi di 1.500, tetapi karena kondisi pasar yang kurang bagus, saham tersebut mungkin belum sempat menyentuh 1.450 sudah berbalik turun lagi.
Jadi kesimpulannya, menentukan target take profit dalam trading saham selain didukung trading plan yang baik, Kamu harus luwes dalam menganalisis saham. Bukan hanya saham saja yang Kamu analisis, tetapi Kamu harus melihat kondisi pasar saham secara global, apakah kondisi pasar saham bagus untuk menerapkan buy low sell highest atau tidak. Baca juga: Strategi Trading Saat Bursa Saham Indonesia Kurang Mendukung.